Sunday, September 30, 2012

[pendukung] Istimewa Bersamanya

Ceritanya saya lagi memposting tulisan di WP tapi tak bisa dikassih gambar. Nyoba nge-upload di sini dulu barangkali nanti  bisa di ko-pas ke WP.
Postingan sesungguhnya bisa dibaca di sini
.






Saturday, September 1, 2012




Coklat. Tak perlu kudefinisikan tentangnya.
Eulogi telah banyak disandangnya terlepas bermacam stigma yang juga dikenakannya.
Tapi bukan itu yang ingin kuceritakan karena aku memang menyukainya.
Seperti kalian yang menyukai kekasihmu.

Silver Queen, Delfi, Cadbury pasti tak asing bagi kalian.
Aku menyukainya, dulu saat aku belum tahu jika tiap aku memakannya sama saja aku menyumbang peluru untuk membunuh saudaraku di seberang.
Ah, dilema rasanya, "apakah sumbanganku itu berarti?"
Bingung aku dibuatnya.

Ah, semua ini menjadi rumit hanya karena coklat.
Tidak, bukan karena coklatnya.

Lebih baik aku berfikir sederhana, aku makan saja coklat merek lain.
Aku telah banyak mencoba untuk itu.
Tapi sayang, tak ada yang rasanya senikmat mereka.

Aku berpuasa dan berharap bisa berbuka.

Malam itu di sebuah toko aku melangkahkan kaki menuju sebuah etalase.
Usai hilir mudik ke sana ke mari.
Dan aku menemukannya.
Coklat! Yang jika aku memakannya aku tidak menyumbang sebutir peluru.
Eureka! Enak pula rasanya.
Senangnya hatiku laksana euforia musim kemarau bagi anak-anak penerbang layang-layang di tengah sawah padi yang telah berubah menjadi jerami
.
Laksana fajar yang menerangi jalan-jalan di pelosok nusantara tanpa cahaya.
Laksana kertas putih yang kembali fitri lantaran terhapus semua alpa.
Bahagia, itulah pada intinya.




*Puisi tanpa perasaan ^^&. Buat meramaikan arisan di sini
*Gambar dari sini

Sunday, August 19, 2012

Membangun Citra Diri Positif

Pentingnya Citra Diri yang Positif

“You are what you think”. Ini adalah pepatah luar negeri . Maksudnya adalah jika kita memiliki citra diri positif, maka kita akan mengalami berbagai macam hal positif sesuai dengan apa yang kita pikirkan.

Banyak ahli percaya bahwa orang yang memiliki citra positif adalah orang yang beruntung. Citra diri yang positif membuat mereka menikmati banyak hal yang menguntungkan antara lain :

             Membangun Percaya Diri

Citra diri yang positif secara alamiah akan membangun rasa percaya diri, yang merupakan salah satu kunci sukses. Orang yang mempunyai citra diri positif tidak akan berlama – lama mengisi nasibnya yang sepertinya terlihat buruk. Citra dirinya yang positif mendorongnya untuk melakukan sesuatu yang masih dapat ia lakukan. Ia akan fokus pada hal – hal yang masih bisa dilakukan, bukannya pada hal – hal yang sudah tidak bisa ia lakukan lagi. Dari sinilah terdongkrak rasa percaya diri orang tersebut.

             Meningkatkan Daya Juang

Dampak langsung dari citra diri positif adalah semangat juang yang tinggi. Orang yang memiliki citra diri positif, percaya bahwa dirinya jauh lebih berharga daripada masalah, ataupun penyakit yang dihadapinya. Ia juga bisa melihat bahwa hidupnya jauh lebih indah dari segala krisis kegagalan jangka pendek yang harus dilewatinya. Segala upaya dijalaninya dengan tekun untuk mengalahkan masalah yang sedang terjadi dan meraih kembali kesuksesan  yang sempat. Inilah daya juang yang lebih tinggi yang muncul dari orang yang bercitra diri positif.

Manfaat Citra Diri yang Positif

Seseorang yang memiliki citra diri yang positif akan mendapatkan berbagai manfaat, baik yang berdampak positif bagi dirinya sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Manfaat – manfaat yang didapatkan oleh si empunya citra diri positif dan lingkungannya tersebut adalah :

             Membawa Perubahan Positif

Orang yang memiliki citra diri positif senantiasa mempunyai inisiatif untuk menggulirkan perubahan positif bagi lingkungan tempat ia berkarya. Mereka tidak akan menunggu agar kehidupan menjadi lebih baik, sebaliknya mereka akan melakukan perubahan untuk membuat kehidupan menjadi lebih baik.

Masalah pengangguran tidak membuat orang bercitra diri positif mencak – mencak dan memaki pemerintah. Orang seperti ini akan berusaha mencari dan membuat lapangan pekerjaan bagi diri dan lingkungannya. Hingga ia bisa  meyakinkan investor dan memulai usahanya, lapangan pekerjaan pun akan terbuka. Perubahan positif tidak hanya terasakan oleh dirinya, namun juga oleh lingkungannya.

             Mengubah Krisis Menjadi Keberuntungan

Selain membawa perubahan ppositif, orang yang memiliki citra diri positif mampu mengubah krisis menjadi kesempatan untuk meraih keberuntungan. Citra diri positif mendorong orang untuk menjadi pemenang dalam segala hal. Menurut orang – orang yang bercitra diri positif, kekalahan, kegagalan, kesulitan, dan hambatan sifatnya hanya sementara. Fokus perhatian mereka tidak melulu tertuju kepada kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, melainkan fokus mereka diarahkan pada jalan keluar.

Seringkali kita memandang pada pintu yang tertutup terlalu lama, sehingga kita tidak melihat bahwa ada pintu – pintu kesempatan lain yang terbuka untuk kita. Kita seringkali memandang dan menyesali kegagalan, krisis, dan masalah yang menimpa terlalu lama sehingga kita kehilangan  harapan dan semangat untuk melihat kesempatan lain yang sudah terbuka bagi kita.

Strategi Membangun Citra Diri Positif

             Persiapan

Salah satu cara membangun citra diri positif adalah melalui persiapan. Dengan persiapan yang cukup, kita menjadi lebih yakin akan kemampuan kita mengenai sesuatu. Keyakinan merupakan modal dasar meraih keberuntungan. Dengan melakukan persiapan, kita sudah berhasil memenangkan separuh dari pertarungan. Persiapan menuntun kita untuk mengantisipasi masalah, mencari alternatif solusi, dan menyusun strategi. Wujud persiapan adalah belajar atau mencari ilmu. Persiapan juga bisa melalui latihan.

             Berfikir Unggul

Dengan berfikir unggul akan mendorong kita senantiasa berusaha menghasilkan yang terbaik. Berfikir unggul sama saja berfikir tentang kemenangan. Jadi jangan berfikir tentang kekalahan. ( You are what you think)

             Belajar berkelanjutan

Membangun citra diri yang positif melalui komitmen pada belajar berkelanjutan. Hasil belajar akan meningkatkan nilai bagi orang yang berhasil mendapatkan pengetahuan ataupun keterampilan baru. Hal ini bisa dijadikan modal untuk meraih sukses.

Seringkali orang yang berada pada tingkat atas merasa tidak perlu belajar lagi. Hal ini tentu akan menurunkan tingkat keberhasilan, sehingga perlu belajar berkelanjutan.

Artikel ini ditulis oleh Dyah Sujiati dan Lia Oktalia, diresume dari berbagai sumber.

Thursday, August 16, 2012

Bahwa Alam, Memperlakukan Kita Sebagaimana Kita Memperlakukannya

Bismillah,
Ini adalah tulisan perdana saya di rumah baru ini.

Saya teringat hari Sabtu yang lalu saya berkunjung ke rumah seorang teman. Dia dulu teman sekantor saya. Sekarang dia pindah bekerja di Bandung. Dan hari Sabtu yang lalu dia mudik.

Dia orang yang hampir sama dengan saya dalam hal bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Kami adalah orang yang 'apa adanya', cuek, suka cekakaan, bahkan kami 'mudah percaya' pada orang lain.

Jika kami nampak baik, berarti kami memang baik, tidak ada yang kami tutupi. Apalagi di tempat kerja saya yang mana dulu hanya kami berdua yang single, maka secara otomatis kami diperlakukan sebagai 'anak'. Dan hal itu sangat mendukung sifat kami. Jadi, jauhlah kami dari istilah 'persaingan tidak sehat dalam dunia kerja'.

Namun kini, teman saya itu berada di sebuah instansi yang baru. Di sana tentu berbeda dengan tempat kerja saya sekarang. Di sana berlaku istilah 'persaingan tidak sehat dalam dunia kerja'.

Akan tetapi teman saya itu tetap pada prinsipnya, dia tetap apa adanya. Sebagai perantau, dia pada akhirnya memilih seseorang yang dijadikannya teman dekat, orang yang akan dia percaya untuk membicarakan banyak hal terutama terkait pekerjaan.

-Sebutlah teman saya itu Dia dan temannya bernama Ida.-

Suatu hari Dia bercerita banyak hal padal pada Ida. Yah, seperti saya dan dia dulu.

Mungkin Mbak Ida syok ada orang yang begitu cerita sepenuhnya padanya. Dan Mbak Ida pun berkata, "Dia, kamu jangan terlalu percaya padaku. Suatu hari aku bisa menghianatimu. Dan aku pun tak akan percaya padamu sepenuhnya."

-------****------

Di sisi lain, saya dan Dia punya prinsip yang sama. Bahwa alam akan memperlakukan kita sebagaimana kita berlaku pada alam. Jika kita tidak pernah dengan sengaja ingin menyakiti orang, maka akan seperti itu pula kita diperlakukan. Jika kita tidak pernah dengan sengaja ingin menjatuhkan seseorang (baca : dalam karir), maka seandainya ada yang menjatuhkan kita, berarti itu adalah rangkaian takdir yang sudah Allah kehendaki. Orang yang menjatuhkan kita tadi hanya perantara dan itu pun akan kembali padanya. Kalau Allah tidak ridho, tak kan pernah terjadi hal itu. Allah sendiri yang akan menjaga kita. Karena sesungguhnya apa yang kita terima adalah balasan atas apa yang kita berikan/lakukan.

Saya pun jadi teringat seorang kakak kelas saya waktu kuliah. Rumahnya Cirebon. Waktu itu dia sedang dalam perjalanan mudik. Entah bagaimana, pagi sebelum mudik dia memakan sambal begitu banyak. Sehingga saat di perjalanan dia harus diare. Dia tidak kenal bapak2 di sampingnya.

Sampai di suatu tempat bus berhenti, kakak kelas saya itu turun bersama bapak yang di sampingnya tadi. Padahal mereka belum saling kenal. Bapak itu pun mengantarnya sampai toilet, kebetulan mereka turun di pasar. Membawakan semua barang kakak kelas saya dan menungguinya di depan toilet.

Semua barang berharga ada dalam tas itu. Bisa saja bukan, bapak itu kabur membawa tasnya?

Ternyata tidak, dia justru menunggu sampai kakak kelas saya selesai. Dan mereka melanjutkan perjalanan dengan bus yang selanjutnya padahal tadinya mereka sudah membayar sampai Cirebon.

Mereka tidak tukar nomer hp dan kakak kelas saya pun baik-baik saja sampai sekarang. Dan tidak pernah bertemu lagi dengan bapak tersebut. Bahkan waktu di bus mereka tidak banyak bercakap karena kakak kelas saya sakit perut itu tadi.

-----***----

Kakak kelas saya termasuk katagoti orang yang baik secara umum. Kira-nya bisa ditarik kesimpulan bahwa apa yang kita lakukan kepada sekitar maka begitulah yang akan kita terima.

MENGAPA MEMBACA ?


Membaca bukanlah hal yang asing bagi kita. Bahkan ayat pertama yang diturunkan Allah kepada umat manusia melalui Rasulullah. Iqra’ (bacalah)
Membaca adalah berusaha mengerti dan memahami. Baik itu berupa tulisan maupn situasi. Bahkan tulisan adalah gambaran dari sebuah situasi. Karena dengan membaca inilah, kita jadi menetahui apa, mengapa, siapa, kapan, dan bagaimana. Dan sesungguhnya tanpa kita sadari, dari membaca itu akan menumbuhkan sebuah kepekaan terhadap lingkungan. Selanjutnya dari rasa peka itu akan muncul kepedulian. Dan karena peduli itulah seseorang akan termotivasi melakukan sesuatu yang bermanfaat demi memenuhi kepeduliannya. Rasulullah pun berkata bahwa sebaik-baiknya orang adalah yang paling bermanfata bagi sesamanya.
Sejak risalah Islam dibawa oleh Rasulullah, selalu terjadi pertentangan antara yang mengimani Islam dan yang kafir. Batas-batas antara orang beriman dan kafir begitu nampak jelas. Namun sekarang, batas itu semakin tipis. Karena itu kita yang mengaku beriman terkadang justru melakukan sesuatu yang sesungguhnya tidak mencerminkan perbuatan orang beriman. Misalnya dalam menjaga hubungan antara laki-laki dan perempuan atau dalam hal berpakaian.
Nampaknya ghozwul fikr yang dilancarkan orang-orang kafir telah berhasil menyerang kaum muda muslim. Ingat, pemurtadan secara paksa tidak akan ampuh sehingga mereka mengganti strategi, ”biarlah mereka mengaku Islam, tapi buat mereka menjauh dari ajaran Al-Qur’an”, demikianlah yang terjadi sekarang. Para pemuda muslim dengan bangganya menjadi ’bebek’ dari fashion dan malu dengan identitasnya sebagai muslim.
Dari sinilah perlunya membaca (pengetahuan) sebelum kita melakukan sesuatu. Sudahkah sesuai dengan Al-Qur’an? Juga Hadist sebagai penjelasan? Mungkin dalam pikiran kita terbesit kata sulit, tidak mungkin, ribet. Tapi, jujurlah pada diri sendiri, jauh di lubuk hati ada secercah kekuatan yang jika kita mau mengikutinya, ia akan menuntun kita merasa ringan dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. []
(tulisan ini dimuatkan di buletin HIKMAH (JIKA SETIAP TEMPAT ADALAH SEKOLAH MAKA SETIAP ORANG ADALAH GURU) tanggal 24 november 2008 yang diterbitkan oleh BIDANG PERSMEDIA ROHIS MIPA UNSOED 2008.)

Ma’af, Tolong, dan Terima Kasih


Tiga kata yang tak pernah usang. Kata-kata ringan yang kadang terasa berat untuk diucapkan, tiga kata itu pula yang mempermudah banyak urusan.
Maaf. Kata yang paling ringan namun paling berat untuk diucapkan karena memiliki makna yang sangat dalam. Dengan kata maaf akan membuat hati orang yang terluka menjadi sembuh. Kesalahan sekecil apapun yang kita perbuat kadang mampu membuat seorang sangat terluka, dan bisa jadi membuat hubungan silaturahim kita terganggu.
Dalam hubungan sehari-hari dengan teman / bermasyarakat (secara umum, bukan teman dekat yang sudah memahami kita sepenuhnya) sering sekali ada sikap dari salah seorang yang menimbulkan salah paham dan berujung pada “saling tidak menyapa” satu sama lain. Kuncinya adalah kata maaf. Jika kemudian seseorang dianggap bersalah oleh orang lain, namun dia tidak tahu/menyadari apa kesalahannya, sangatlah bijak jika orang itu meminta maaf. Karena permintaan maaf itu akan membuat orang yang menilai salah, merasa lega. Pun sebaliknya, orang yang merasa disalahi tak harus menuntut dimintai maaf. Memaafkan sebelum dimintai maaf jauh lebih baik.
Tidak perlu merasa gengsi untuk meminta maaf. Karena sekecil apapun amalan pasti ada buah manisnya. Dengan sikap lapang untuk meminta maaf dan memaafkan maka akan terbentuk budaya memaafkan yang memperkuat ukhuwah. Tapi ingat, dengan kata maaf bukan berarti kita berhak mengulang kesalahan yang sama dan tetap pada sikap sebelumnya. Dengan kata maaf itu seharusnya menjadi kunci perbaikan.
Tolong. Pasti kita tidak mungkin bisa melakukan/memenuhi kebutuhan kita sendiri, tentu membutuhkan orang lain. Satu kata ‘tolong’ di awal kalimat ketika kita membutuhkan bantuan orang lain akan membuat orang tersebut merasa senang hati membantu, tanpa merasa diperintah.
Terima kasih. Kata itu membuat orang yang usai membantu kita merasa dihargai. Sering sekali kita lupa mengucapkan terima kasih pada orang yang sudah membantu. Mungkin karena kita merasa bantuan/pemberiannya terlalu kecil. Padahal itu bias menyinggung orang tersebut. Sebagaimana yang seringkali kita lakukan kepada Allah, melupakan banyak nikmat yang telah dianugerahkan –Nya kepada kita. []
(tulisan ini dimuatkan di buletin HIKMAH (JIKA SETIAP TEMPAT ADALAH SEKOLAH MAKA SETIAP ORANG ADALAH GURU) tanggal 1 desember 2008 yang diterbitkan oleh BIDANG PERSMEDIA ROHIS MIPA UNSOED 2008.)

Pengorbanan atas nama cinta


10 Dzulhijjah memang diperingati sebagai hari raya ‘ldul Adha dan lebih keren disebut hari raya kurban. Tapi ngomong-ngomong, kenapa justru bayak orang yang merasa bahagia? Ya tentu saja. Lha wong yang dikorbankan itu hewannya. :p dan yang pasti, pengorbanan di hari raya ‘ldul Adha itu merupakan pengorbanan untuk Allah Yang Maha Esa.

Jangan salah sangka dulu. Bukanlah hewan yang dikorbankan itu yang untuk Allah. Tetapi, keikhlasan kita dalam berkorban itulah yang kita persembahkan untuk-Nya sebagai wujud keimanan.
Pengorbanan berarti sesuatu yang dilakukan/diberikan demi sesuatu yang lain. Tentu sangat luas makna pengorbanan ini dan dipakai dalam banyak atau yang lain.
Berbicara soal pengorbanan, terkadang kita enggan sekali untuk berkorban sedikit saja pada lingkungan sekitar. Misalnya, membetulkan pakaian orang yang dijemur di jalan yang jatuh. Atau misalnya kita yang punya kamar di depan dan jauh dari kamar mandi. Kita sering enggan berjalan sedikit untuk mematikan saluran air yang sudah penuh. Padahal banyak sekali kebaikan kecil-kecil di sekitar kita yang memang memerlukan sedikit pengorbanan. Terutama mengorbankan rasa malas.
Bahkan kita sendiri sering enggan berkorban untuk diri sendiri. Kita cenderung memperturutkan nafsu dan cenderung merasa berat melaksanakan hal-hal yang bermanfaat. Misalnya berinfaq. Dan perintah-perintah yang lain pun dalam pelaksanaannya memang memerlukan pengorbanan. Namun, pengorbanan itu tak lain tak bukan adalah untuk diri kita sendiri.
Jika kita mengingat pengorbanan orang lain untuk kita tentu kita punya banyak sekali hutang. Hutang kepada Rosulullah Saw. Atas pengorbanan yang telah beliau lakukan sehingga kita sekarang mengenal dan tahu apa, siapa, mengapa, dan bagaimana itu lslam. Juga pengorbanan para shahabat. Hutang pada ibu yang telah mengandung dan melahirkan kita. Hutang yang orang yang merawat, menjaga, dan mendidik kita. Termasuk di dalamnya ada ibu, ayah, kakek, nenek, kakak, guru, dan lain-lain.
Dan yang terakhuir ( yang di tulis di sini maksudnya ), pengorbanan atas nama cinta. Cieee. Cinta itu suci. Tapi sering ditunggangi oleh setan dan nafsu yang mengatasnamakan cinta. Sehingga mengotori sejatinya kata cinta. Lhoh? Kok jadi ngomongin cinta?
Kembali ke pengorbanan. Kita sekali melakukan pengorbanan atas nama cinta. Tapi justru mengorbankan cinta itu sendiri. Contohnya, kita rela berkorban waktu, uang, urusan yang lebih penting demi bermain game. Contoh-contoh lain tentu masih banyak. Dan paling sering kita berkorban untuk teman ”istimewa”. Berkorban waktu, tenaga, finansial, bahkan hati. Padahal sebenarnya kita telah mengorbankan diri sediri dan teman ”istimewa” itu. Karena kita telah melanggar apa yang diajarkan oleh Yang Maha Kuasa.
Pengorbanan atas nama cinta hanya pantas kita persembahkan untuk Allah SWT semata. Untuk membuktikan keimanan kita pada-Nya. Dia telah memberikan cinta, karunia, nikmat yang tak terhingga kepada kita. Lalu kenapa kita enggan berkorban untuk-Nya?
Miliki harta sejati dengan berinfaq.
Miliki cinta dengan memberikan perhatian
Miliki kesempatan dengan beramal
Miliki cita-cita dengan karya
Miliki kesuksesan dengan proses berkesinambungan
Miliki wakti dengan pengabdian
Miliki hati dengan berbagi
Miliki kepercayaan dengan keteladanan
Miliki keikhlasan dengan ketulusan
dan miliki kebahagiaan akhirat dengan amal dan ilmu
(tulisan ini dimuatkan di buletin HIKMAH (JIKA SETIAP TEMPAT ADALAH SEKOLAH MAKA SETIAP ORANG ADALAH GURU) tanggal 9 desember 2008 yang diterbitkan oleh BIDANG PERSMEDIA ROHIS MIPA UNSOED 2008.)