Thursday, August 16, 2012

Bahwa Alam, Memperlakukan Kita Sebagaimana Kita Memperlakukannya

Bismillah,
Ini adalah tulisan perdana saya di rumah baru ini.

Saya teringat hari Sabtu yang lalu saya berkunjung ke rumah seorang teman. Dia dulu teman sekantor saya. Sekarang dia pindah bekerja di Bandung. Dan hari Sabtu yang lalu dia mudik.

Dia orang yang hampir sama dengan saya dalam hal bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Kami adalah orang yang 'apa adanya', cuek, suka cekakaan, bahkan kami 'mudah percaya' pada orang lain.

Jika kami nampak baik, berarti kami memang baik, tidak ada yang kami tutupi. Apalagi di tempat kerja saya yang mana dulu hanya kami berdua yang single, maka secara otomatis kami diperlakukan sebagai 'anak'. Dan hal itu sangat mendukung sifat kami. Jadi, jauhlah kami dari istilah 'persaingan tidak sehat dalam dunia kerja'.

Namun kini, teman saya itu berada di sebuah instansi yang baru. Di sana tentu berbeda dengan tempat kerja saya sekarang. Di sana berlaku istilah 'persaingan tidak sehat dalam dunia kerja'.

Akan tetapi teman saya itu tetap pada prinsipnya, dia tetap apa adanya. Sebagai perantau, dia pada akhirnya memilih seseorang yang dijadikannya teman dekat, orang yang akan dia percaya untuk membicarakan banyak hal terutama terkait pekerjaan.

-Sebutlah teman saya itu Dia dan temannya bernama Ida.-

Suatu hari Dia bercerita banyak hal padal pada Ida. Yah, seperti saya dan dia dulu.

Mungkin Mbak Ida syok ada orang yang begitu cerita sepenuhnya padanya. Dan Mbak Ida pun berkata, "Dia, kamu jangan terlalu percaya padaku. Suatu hari aku bisa menghianatimu. Dan aku pun tak akan percaya padamu sepenuhnya."

-------****------

Di sisi lain, saya dan Dia punya prinsip yang sama. Bahwa alam akan memperlakukan kita sebagaimana kita berlaku pada alam. Jika kita tidak pernah dengan sengaja ingin menyakiti orang, maka akan seperti itu pula kita diperlakukan. Jika kita tidak pernah dengan sengaja ingin menjatuhkan seseorang (baca : dalam karir), maka seandainya ada yang menjatuhkan kita, berarti itu adalah rangkaian takdir yang sudah Allah kehendaki. Orang yang menjatuhkan kita tadi hanya perantara dan itu pun akan kembali padanya. Kalau Allah tidak ridho, tak kan pernah terjadi hal itu. Allah sendiri yang akan menjaga kita. Karena sesungguhnya apa yang kita terima adalah balasan atas apa yang kita berikan/lakukan.

Saya pun jadi teringat seorang kakak kelas saya waktu kuliah. Rumahnya Cirebon. Waktu itu dia sedang dalam perjalanan mudik. Entah bagaimana, pagi sebelum mudik dia memakan sambal begitu banyak. Sehingga saat di perjalanan dia harus diare. Dia tidak kenal bapak2 di sampingnya.

Sampai di suatu tempat bus berhenti, kakak kelas saya itu turun bersama bapak yang di sampingnya tadi. Padahal mereka belum saling kenal. Bapak itu pun mengantarnya sampai toilet, kebetulan mereka turun di pasar. Membawakan semua barang kakak kelas saya dan menungguinya di depan toilet.

Semua barang berharga ada dalam tas itu. Bisa saja bukan, bapak itu kabur membawa tasnya?

Ternyata tidak, dia justru menunggu sampai kakak kelas saya selesai. Dan mereka melanjutkan perjalanan dengan bus yang selanjutnya padahal tadinya mereka sudah membayar sampai Cirebon.

Mereka tidak tukar nomer hp dan kakak kelas saya pun baik-baik saja sampai sekarang. Dan tidak pernah bertemu lagi dengan bapak tersebut. Bahkan waktu di bus mereka tidak banyak bercakap karena kakak kelas saya sakit perut itu tadi.

-----***----

Kakak kelas saya termasuk katagoti orang yang baik secara umum. Kira-nya bisa ditarik kesimpulan bahwa apa yang kita lakukan kepada sekitar maka begitulah yang akan kita terima.

2 comments:

Sayi said...

kadang memang seperti, tapi bisa juga sebaliknya...apapun itu jika akhirnya baik alhamdulillah, kalo akhirnya buruk berarti cobaan mungkin saja ada yang kurang dari diri kita.. :)

kau belum follow aku ya, Dy..?

Dyah Sujiati said...

Iya, semuanya adalah rangkaian takdir...

Udah kufollow Mbak... -___-