Saturday, September 1, 2012




Coklat. Tak perlu kudefinisikan tentangnya.
Eulogi telah banyak disandangnya terlepas bermacam stigma yang juga dikenakannya.
Tapi bukan itu yang ingin kuceritakan karena aku memang menyukainya.
Seperti kalian yang menyukai kekasihmu.

Silver Queen, Delfi, Cadbury pasti tak asing bagi kalian.
Aku menyukainya, dulu saat aku belum tahu jika tiap aku memakannya sama saja aku menyumbang peluru untuk membunuh saudaraku di seberang.
Ah, dilema rasanya, "apakah sumbanganku itu berarti?"
Bingung aku dibuatnya.

Ah, semua ini menjadi rumit hanya karena coklat.
Tidak, bukan karena coklatnya.

Lebih baik aku berfikir sederhana, aku makan saja coklat merek lain.
Aku telah banyak mencoba untuk itu.
Tapi sayang, tak ada yang rasanya senikmat mereka.

Aku berpuasa dan berharap bisa berbuka.

Malam itu di sebuah toko aku melangkahkan kaki menuju sebuah etalase.
Usai hilir mudik ke sana ke mari.
Dan aku menemukannya.
Coklat! Yang jika aku memakannya aku tidak menyumbang sebutir peluru.
Eureka! Enak pula rasanya.
Senangnya hatiku laksana euforia musim kemarau bagi anak-anak penerbang layang-layang di tengah sawah padi yang telah berubah menjadi jerami
.
Laksana fajar yang menerangi jalan-jalan di pelosok nusantara tanpa cahaya.
Laksana kertas putih yang kembali fitri lantaran terhapus semua alpa.
Bahagia, itulah pada intinya.




*Puisi tanpa perasaan ^^&. Buat meramaikan arisan di sini
*Gambar dari sini

4 comments:

Dyah Sujiati said...

Kenangan dari mp :')

Anis said...

kapan lagi dari pada mules makan coklat, kirim ke kos aku aja daahhh...
di jamin dapat pahala.

Dyah Sujiati said...

Ohh mahaappp aku baru baca komen. Dan coklatnya sudah abis

Dus Fotografer said...

Aku suka coklat rasa kopi.